Hak Menguasai Negara Berkaitan Dengan Kontrak Pertambangan Saat Ini di Indonesia

Agustus 20, 2019 0 Comments



Indonesia sejak dulu dikenal sebagai Negara dengan kekayaan sumber alamnya yang melimpah, baik dibidang perkebunan, pertanian, perikanan, dan pertambangan. Hampir diseluruh wilayah Indonesia memiliki sumber daya alam yang berpotensi besar untuk menyejahterakan rakyat. Oleh karena itu dibutuhkan peran pemerintah sebagai regulator dalam mengatur eksploitasi dibidang pertambangan, karena peran pemerintah inilah yang sangat penting untuk menjaga kesejahteraan rakyat terkhusus disektor pertambangan ini, karena sektor ini pula yang amat diminati oleh investor asing di Indonesia, maka diperlukan kebijakan pertambangan yang lebih berpihak kepada kepentingan bangsa dalam hal hak menguasai Negara, sebagaimana dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang dengan tegas menyatakan bahwa: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.Rumusan Konstitusi tersebut menunjukan bahwa Negara memiliki kedaulatan atas sumber daya alamnya, termasuk kekayaan mineral dan batubara, oleh karena itu investor asing yang memiliki maksud untuk mengelola kekayaan alam tersebut harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh regulator. 

Pada tahun 2017, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengeluarkan Peraturan pemerintah Nomor 1 tahun 2017 tentang perubahan keempat atas peraturan Nomor 23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang pada pokoknya menyatakan bahwa pemegang kontrak karya dapat merubah statusnya dari kontrak karya menjadi izin Usaha Pertambangan Khusus jika belum membangun smelter sebagai syarat hilirisasi tapi ingin melakukan ekspor konsentrat. Jika kita lihat dari 1967 sampai dengan 2017, itu artinya rezim kontrak karya sudah berlangsung selama 40 tahun.

Dan yang dimaksud engan kontrak karya tersebut berdasarkan keputusan menteri pertambangan dan energi Nomor 1409.k/201/M.PE/1996 tentang tata cara pengajuan pemrosesan pemberian kuasa pertambangan, izin prinsip, kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara. Yang disebut dengan kontrak karya yaitu suatu perjanjian antara pemerintah republic Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dengan nasional (dalam rangka PMA) untuk pengusahaan mineral dengan berpedoman kepada Undang-undang No 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing, serta Undang-undang No 11 tahun 1967 tentang ketentuan pokok pertambangan. Jangka waktu kontrak karya yaitu tidak melebihi 30 tahun, sedangkan IUPK dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 tahun dan dapat diperpanjang 2 kali masing-masing 10 tahun.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara adalah perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 yang dibuat pemerintah dalam rangka merubah rezim lama ke rezim baru perizinan yang mengatur sektor pertambangan di Indonesia. Terdapat ketentuan-ketentuan baru yang menunjukan adanya geseran pradigma dalam mengelola sumber daya mineral dan batubara. Pengertian pertambangan tersebut didalam Undang-undangnya yaitu, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineralatau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Sedangkan usaha pertambangan adalah kegiatan usaha dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan. Usaha pertambangan tersebut dilaksanakan dalam 3 bentuk yaitu, Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). IUP terdiri atas dua tahap:

  1. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan
  2. IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.

Izin Usaha Penambangan (IUP) diberikan oleh:

1. Bupati/walikota apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) berada didalam satu wilayah kabupaten/kota
2. Gubernur apabila WIUP berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3. Menteri apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pertambangan mineral dan batubara dikelola berasaskan:
1. Manfaat, Keadilan, dan Keseimbangan
2. Keberpihakan Kepada Kepentingan Bangsa
3. Partisipatif, Transparansi, dan Akuntabilitas
4. Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan

Dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan, tujuan pengelolaan mineral dan batubara adalah:

1. Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing
2. Menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup
3. Menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri
4. Mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional agar lebih mampu bersaing ditingkat nasional, regional, dan internasional
5. Meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan Negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat
6. Menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.

Kehadiran Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 ini dilandasi oleh niat untuk memperbaiki tata kelola pertambangan mineral dan batubara di Indonesia. Salah satu esensi perbaikan yang dikandung UU Minerba adalah menata ulang izin-izin yang tumpang tindih. Salah satu kendala yang dihadap oleh UU ini adalah dianggap masih terlalu general, sementara dari beberapa kasus pertambangan banyak terdapat beberapa kondisi-kondisi spesifik.

Dengan demikian apakah saat ini setiap usaha pertambangan dan izin usaha pertambangan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan ini dan memikirkan untuk tujuan sebesar-besarnya kesejahteraanrakat Indonesia, atau malah berdampak merugikan rakyat lingkar tambang dan Negara? Maka itu setiap pertambangan maupun usaha pertambangan harus searah dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan juga harus senaluri dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar Republik Indonesia dan amanat konstitusi, karena rakyat secara kolektif memberikan mandat kepada Negara melalui Undang-Undang Dasar Republik Indonesiatahun 1945 untuk melakukan fungsinya dalam mengadakan kebijakan (beleid), dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoundensdaad) oleh Negara. Maka dengan itu hasil tambang di Indonesia dikuasai oleh Negara yang dikelola dengan tujuan untuk kesejahteraan rakyat serta sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Pemerintah dan Lembaga Hukum pun demikian, kewenangan yang mereka miliki harus dimaksimalkan dalam konteks persoalan pertambangan, mengadili pihak-pihak yang bermasalah dalam penerbitan IUP illegal dalah keharusan bagi pihak-pihak berwajib tersebut. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, kejaksaan, dan Pengadilan tak terkecuali. Semua wajib menjalankan amanat konstitusi untuk memelihara dan menjaga ketertiban kehidupan bersama.

bedjo

Jika anda memiliki pertanyaan seputar masalah hukum silahkan menghubungi kami dengan mengklik tombol icon whats up.... kantor hukum laili dan rekan

0 komentar:

Peta Lokasi Kantor Kami