Timbulnya perjanjian beserta akibat hukumnya

Januari 17, 2019 0 Comments


Hukum perdata merupakan bentuk hukum privat yang terjadi di antara subyek hukum. Hubungan tersebut biasanya ada karena adanya sebuah perjanjian atau perikatan dan oleh karena itu kita perlu mengenal sebab timbulnya perjanjian dan akibat dari perjanjian itu sendiri. Bab II Buku III KUHPerdata menyamakan kontrak dengan perjanjian. Hal tersebut secara jelas terlihat dalam judul Bab II Buku III KUHPerdata, yakni  “Van verbintenissen die uit contract of overeenkomst (Perikatan yang lahir dari kontrak atau Perjanjian)”. Pada prinsipnya kontrak atau perjanjian terdiri dari satu atau serangkaian janji yang dibuat para pihak dalam kontrak. Esensi kontrak itu sendiri adalah kesepakatan (agreement). Atas dasar itu, Subekti mendefinisikan kontrak sebagai peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.[1] Perjanjian dianggap sah dan mengikat bagi para pihak yang membuatnya sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku,tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum
Terdapat syarat sah untuk melakukan perjanjian. Pasal 1320 KUHPerdata menentukan adanya 4 syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1.       Adanya kesepakatan
Supaya kontrak atau perjanjian menjadi sah maka para pihak harus sepakat terhadap segala hal yang terdapat di dalam perjanjian. Pada dasarnya kata sepakat adalah pertemuan atau persesuaian kehendak para pihak di dalam perjanjian. Seseorang dikatakan memberikan kesepakatan atau persetujuannya jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.[2]
Pernyataan kehendak sendiri dapat diungkapkan secara tegas maupun diam-diam. Pernyataan kehendak secara tertulis, contohnya berupa adanya tandatangan para pihak dalam suatu perjanjian. Adanya tanda tangan tersebut secara tegas menyatakan bahwa para pihak telah bersepakat mengenai isi perjanjian.
Pernyataan kehendak secara diam-diam contohnya : A adalah pedagang suku cadang mobil. A memesan sejumlah suku cadang kepada B seorang pemasok (supplier). Setelah pemesanan suku cadang tersebut, B kemudian segera mengirimkan suku cadang yang dipesan. Di dalam pengiriman suku cadang tersebut, B menyertakan invoce atau resi suku cadang tersebut. Apabila A segera membayar sejumlah uang yang disebut dalam resi tersebut maka berarti secara diam-diam A setuju atau sepakat pada harga yang ditawarkan B.[3]
2.       Kecakapan para pihak
Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali apabila menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap. Pasal 1330 KUHPerdata menentukan orang yang tidak cakap yaitu : orang yang belum dewasa, mereka yang di bawah pengampuan.
3.       Adanya obyek tertentu
Objek perikatan adalah prestasi. Pasal 1333 ayat (1) KUHPerdata, adalah zaak dalam arti prestasi berupa perilaku tertentu.Perilaku tertentu ini memiliki arti yaitu melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Sebagai contoh melakukan sesuatu: A penjual apel dan Badalah pembeli. Maka prestasi yang dilakukan A adalah memberikan apel tersebutkepada B. Dan B memeberikan sejumlah uang kepada A.
Untuk contoh tidak melakukan sesuatu adalah A adalah agensi iklan shampoo. B adalah artis. B memiliki prestasi untuk tidak memotong rambut karena harus melalkuan shooting iklan shampoo. Dan A memiliki prestasi membayar sejumlah uang kepada B. Maka, prestasi yang dilakukan oleh B si artis adalah tidak melakukan sesuatu.
4.       Adanya kausa hukum yang halal
Pasal 1335 jo 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu kausa dinyatakan terlarang jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
Syarat tersebut menimbulkan akibat hukum jika tidak terpenuhi. Persyaratan yang berkaitan dengan kesepakatan dan kecakapan untuk membuat suatu perjanjian disebut syarat subyektif. Tidak terpenuhinya syarat subyektif memiliki konsekuensi kontrak tersebut dapat dibatalkan. Artinya, selama perjanjian tersebut belum diajukan pembatalannya ke pengadilan yang berwenang makaperjanjian tersebut masih tetap sah.
Perjanjian yang dapat dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena[4] :
1.       Adanya pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu pihak
2.       Perintah pengadilan
3.       Salah satu pihak telibat permasalahan hukum
4.       Salah satu pihaknya tidak lagi memiliki kecakapan dalam bertindak
Sedangkan persyaratan mengenai obyek tertentu dan kausa yang halal merupakan syarat obyektif. Ketidaklengkapan syarat obyektif memiliki konsekuensi kontrak batal demi hukum. Artinya, perjanjian sejak pertama kali dibuat telah tidak sah, sehingga hukum menganggap bahwa perjanjian tersebut tidak pernah ada sebelumnya.
Selain syarat sahnya perjanjian, menurut Henry P. Pangabean[5] ada pula asas-asas pokok kontrak yang memiliki peranan penting untuk memahami syarat sahnya perjanjian. Asas-Asas Kontrak tersebut terkandung dalam Pasal 1338 KUHPerdata yaitu sebagai berikut :
1.       Asas Konsensualisme
Konsensualisme ini memiliki arti kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian.
2.       Asas pacta sunt servanda
Asas ini memiliki arti bahwa setiap orang yang terlibat dalam suatu perjanjian yang dianggap sebagai kesepakatan adalah mengikat selayaknya undang-undang.
3.       Asas kebebasan berkontrak
Asas ini memiliki arti bahwa setiap orang yang membuat perjanjian memiliki hak untuk menentukan isi dari perjanjian tersebut. Namun, kebebasan ini dibatasi oleh Pasal 1320 KUHPerdata.
4.       Asas Itikad baik
Itikad baik ini terbagi menjadi dua yaitu itikad baik prakontrak dan itikad baik pada pelaksanaan kontrak. Itikad baik pra kontrak harus ada pada saat para pihak melakukan negosiasi. Itikad baik prakontrak ini bermakna kejujuran. Maka itikad baik ini bersifat subyektif karena didasarkan pada kejujuran saat melakukan negosiasi
Itikad baik pelaksanaan kontrak merupakan syarat obyektif karena mengacu pada isi perjanjian. Isi kontrak adalah kewajiban dan hak para pihak yang mengadakan kontrak. Kewajiban dan hak tersebut harus rasional dan patut.[6]
Terdapat beberapa jenis perjanjian, yaitu[7] :
1.       Perjanjian Timbal Balik dan Sepihak
Yang dimaksud dengan perjanjian timbal balik yaitu perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik.  Misalnya yaitu dalam perjanjian jual beli yang mana kedua belah pihak sama sama memiliki kewajiban dimana penjual berkewajiban untuk menyerahkan barang dan berhak menerima uang dari penjualan barang tersebut sedangkan pembeli berkewajiban untuk membayar barang yang diperjual belikan dan berhak untuk menerima barang. Sedangkan yang dimaksud dengan perjanjian sepihak yaitu Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang mewajibkan hanya salah satu pihak yang berprestasi. Misalnya yaitu perjanjian hibah dan pemberian kuasa.
2.       Perjanjian Bernama dan Tidak Bernama
perjanjian yang sudah memiliki nama sendiri dan ditentukan didalam Undang-Undang. Misalnya yaitu perjanjian jual beli, sewa menyewa, tukar menukar dll. Sedangkan perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian yang tidak memiliki nama yang tumbuh dan berkembang didalam masyarakat yang mana perjanjian ini tidak tercantum didalam KUHPerdata. Misalnya yaitu perjanjian keagenan, Joint Venture, Franchise.
3.       Perjanjian Obligatoir dan Kebendaan
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak dan belum memindahkan hak milik. Sedang perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam jual-beli, sewa menyewa, dan tukar-menukar.
4.       Perjanjian Konsensual dan Riil
Perjanjian konsensual adalah perjanjian di mana di antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian. Sedangkan yang dimaksud dengan perjanjian riil adalah perjanjian di samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya



 (tulisan ini di tulis oleh : Uni Tsulasi Putri., S.,H., M.H., DKK)




[1] Prof.Ridwan. Hukum Kontrak indonesia.UII Press :2018. Hal 57.
[2] J.Satrio. Dari Perjanjian. Buku I. Hlmn 164
[3] Prof Ridwan. Op.Cit Hal 171.
[5] Henry P.Pangabean. Penyalahgunaan Keadaan sebagai alasan untuk pembatalan perjanjian. Yogyakarta : Liberty. 2001. Hal 7
[6] Prof.Ridwan. Op.Cit. hlm 92.

bedjo

Jika anda memiliki pertanyaan seputar masalah hukum silahkan menghubungi kami dengan mengklik tombol icon whats up.... kantor hukum laili dan rekan

0 komentar:

Peta Lokasi Kantor Kami